Pada
masa penjajahan Belanda ada seorang yang bernama Singo Redjo. Dia hidup
disebuah tempat, dimana tempat itu tumbuh sebuah pohon yang sangat besar
sekali. Pohon itu disebut pohon Gondang, dan pohon itu sangat keramat dan
dibilang angker.
Karena
Mbah Singo Redjo hidup didekat pohon Gondang dan dimana tempat itu belum ada
namanya, maka Mbah Singo Redjo memberi nama tempat itu desa Gondang. Semakin
lama penduduk yang bertempat tinggal disitu semakin bertambah banyak. Sebelum
menjadi desa Gondangsari, desa Gondang masih menjadi satu kelurahan dengan desa
Muneng Warangan dengan nama desa Gondangan. Karena desa Gondangan berprestasi
baik, maka pemerintah kolonial Belanda memberi penghargaan dengan mengganti
nama desa, desa Gondangan menjadi desa Gondangsari.
Sejak
desa Gondangan diganti nama menjadi desa Gondangsari, maka desa Gondangan yang
menjadi satu kelurahan dengan desa Muneng Warangan sekarang menjadi dua desa,
yaitu desa Gondangsari dan desa Muneng Warangan. Dan sejak berubah menjadi desa
Gondangsari sudah 8 (delapan) kepala desa yang memerintah di desa Gondangsari,
yaitu: (1) Bapak Wongso Drono, (2) Bapak Wongso Drono dari Delok, (3) Bapak
Wongso Redjo dari Gondangsari, (4) Bapak
Harjo Soedarsono, (5) Bapak Harjo Soeparto, (6) Bapak Suhartopo, (7) Bapak
Sarno Sunyoto, (8) Bapak Pawit Widodo dari dusun Sembungan. Dan
sejak itu jadilah desa Gondangsari yang sampai sekarang menjadi kelurahan atau
desa Gondangsari.
Balai Desa Gondangsari |
Desa Gondangsari memiliki Visi Terwujudnya desa Gondangsari yang sejahtera dan memiliki Misi:
- Meningkatkan pengelolaan sumber air dan jaringan irigasi
- Meningkatkan teknis dan kualitas pengolahan hasil pertanian
- Meningkatkan produksi hasil pertanian
- Meningkatkan jaringan pasar dan perekonomian
- Pemenuhan kebutuhan masyarakat dibidang pendi masyarakat dibidang pendidikan dan kesehatan
- Meningkatkan kesejahteraan dibidang sosial dan keagamaan
- Melestarikan potensi dan sumber daya yang ada di desa
Desa
Gondangsari merupakan salah satu desa di Jawa Tengah yang terletak di lereng
barat gunung Merbabu. Potensi terbesar di desa Gondangsari adalah pertanian
terutama sayur-mayur. Desa Gondangsari mempunyai batas desa: Utara berbatasan
dengan Desa Tejosari, Selatan berbatasan dengan Desa Kaponan, Timur berbatasan
dengan Desa Kenalan, Barat berbatasan dengan Desa Muneng Warangan.
Desa Gondangsari memiliki 8 dusun yang terdiri dari Dusun
Gondangsari, Dusun Sembungan, Dusun
Babadan, Dusun
Jarakan, Dusun
Gedongan, Dusun
Gatran, Dusun
Cicen dan Dusun
Delok.
Dusun Gondangsari
(Oleh: Bapak Suryadi)
(Oleh: Bapak Suryadi)
Dahulu berawal dari hiduplah seseorang
dari kerabat Keraton Solo. Semasa hidupnya beliau merupakan seseorang yang taat
terhadap agama. Suatu ketika beliau menanam sebuah pohon yang konon bernama
pohon Gondang. Karena ketaatannya dalam beribadah, banyak masyarakat yang
menjadi pengikutnya dan tinggal di sekitar pohon tersebut. Setelah beberapa
tahun kemudian pohon Gondang tersebut tumbuh menjadi sangat besar, dan banyak
masyarakat yang tinggal di tempat tersebut. Maka tempat tersebut diberi nama “Gondangsari”. Adapun berkaitan dengan data tradisi
yang berkembang di Dusun Gondangsari yaitu sebagai berikut:
- Tradisi Perti Dusun (saparan), dilaksanakan satu kali dalam kurun waktu satu tahun pada Kamis Wage di bulan Sapar (nama bulan dalam istilah Jawa). Dalam pelaksanaannya biasanya juga menampilkan hiburan Wayangan (Pak Budi = Jumat Pon Safar).
- Tradisi Gendhurinan (lapanan), dilaksanakan satu kali dalam kurun waktu 35 hari pada Jum’at Kliwon. Dalam pelaksanaannya dilakukan dengan para warga membawa nasi ke tempat Pak Bayan atau Kepala Dusun kemudian di doakan.
Dusun Gondangsari |
Dusun Gedongan
(Oleh : Bapak Mujiono)
Dikisahkan pada zaman dahulu ada
seseorang yang menempati sebuah tempat, beliau bernama Kyai Doto. Semasa
hidupnya beliau mempunyai beberapa kambing yang dipeliharanya.
Singkat cerita, berkaitan dengan kambing
peliharaan Kyai Doto, pada masa kini masyarakat setempat (Dusun Gedongan) terkadang
dikejutkan dengan munculnya beberapa kambing di jalan. Kemudian kambing-kambing
tersebut menuju ke makam Mbah Doto, dan kemudian kambing-kambing tersebut pun
hilang. Adapun data tradisi yang berkembang di Dusun Gedongan
adalah sebagai berikut:
- Merti Dusun (saparan), tradisi ini biasa dilakukan oleh masyarakat setempat hanya satu kali dalam satu tahun. Kegiatan ini dilakukan dalam rangka memperingati hari jadi Dusun. Pada pelaksanaannya dilakukan pada bulan Saparn.
- Sadranan, tradisi ini juga merupakan kegiatan yang pelaksanaannya menyerupai saparan. Yakni dilakukan sekali dalam satu tahun. Perbedaanya hanya pada waktu pelaksanaannya, yaitu tradisi sadranan dilakukan pada bulan Ruwah.
- Kenduren, tradisi ini dilakukan dengan cara para warga membawa ambeng (sejenis tumpeng) ke rumah Kepala Dusun, kemudian berdo’a bersama. Adapun pelaksanaanya dilakukan sebulan atau 35 hari sekali, setiap hari Jum’at Pahing.
Diantara beberapa data tradisi tersebut
ada beberapa perbedaan antara Merti Dusun dengan Sadranan, yaitu tradisi Merti
Dusun dilakukan pada bulan Sapar dan tradisi Sadranan dilakukan pada bulan Ruwah.
Selain itu pada Merti Dusun biasanya mengundang saudara jauh untuk turut
merayakannya, sedangkan Sadranan tidak demikian. Merti Dusun juga lebih meriah dari pada Sadranan. Karena Sadranan
hanya bersih-bersih desa.
Selain tradisi kebudayaan, di dusun
gedongan juga berkembang kesenian tradisional, diantaranya:
- Kesenian Topeng Ireng (dayakan), kesenian ini merupakan seni dayak yang ditiru oleh warga Gedongan, akhirnya divariasi seperti kuda lumping. Kelompok Topeng Ireng ini beranggotakan 40-50 orang per kelompok bahkan tidak terbatas.
- Warok, kesenian ini merupakan sebuah kesenian yang mengadopsi dari daerah Madura. Kesenian ini beranggotakan 11 orang, yang pakaiannya serba hitam, berblangkon, dengan tidak bersepatu.
Kedua kesenian ini berkembang di Dusun Gedongan
terbukti dengan adanya sebuah kelompok seni yang bernama Kelompok Buto Madya.
Dusun Gedongan |
(Oleh: Bapak Jumar)
Dahulu
ada sebuah hutan, dalam hutan tersebut terdapat seseorang dengan membawa
tongkat sedang istirahat. Saat beristirahat bertepatan di tempat yang yang
merupakan sumber air, kemudian beliau meletakkan tongkatnya dan hendak wudhu
(orang Jawa biasa menyebut dengan sesuci).
Kemudian saat itu tempat tersebut bernama Sucen yang diambil dari kata sesucen atau sesuci. Namun karena terpengaruh dengan logat dari bahasa setempat,
maka masyarakat setempat lidahnya terbiasa mengucap dengan kata Cicen.
Adapun
kaitannya dengan tradisi budaya yang berkembang di Dusun Cicen, ialah sebagai
berikut:
- Perti Dusun, tradisi ini berkembang di kalangan masyarakat Dusun Cicen dan bersifat peringatan tahunan. Jadi tradisi ini dilakukan satu kali dalam jangka waktu satu tahun, yaitu bertepatan hari Minggu atau Kamis Kliwon di bulan Rejeb.
- Selametan, tradisi ini biasa dilakukan setiap Kamis Legi pada setiap bulan atau dalam jangka waktu 35 hari, yang dilaksanakan di rumah kepala dusun.
Dusun Cicen |
(Oleh: Bapak Umar)
Ceritanya nama Dusun
Delok diambil dari kata delik (sembunyi). Konon dahulu tempat tersebut
merupakan tempat persembunyian seorang tokoh agama. Beliau merupakan orang dari
tuban yang hidup pada masa penjajahan, dalam persembunyian di tempat tersebut lalu
meninggal (kira-kira sudah 300 tahun yang lalu).
Konon tokoh agama
tersebut merupakan pengikut Sultan Geseng (Grabak), karena terdesak oleh
penjajah beliau bersembunyi di dusun tersebut dan menyebarkan agama Islam. Saat
bersembunyi dari desakan penjajah beliau
bersemedi dan menyebarkan agama Islam hingga memperoleh banyak pengikut dari masyarakat
lain dan akhirnya menetap tempat tersebut.
Adapun kaitannya dengan tradisi kebudayaan yang masih berkembang di Dusun Delok ini adalah sebagai berikut:
Adapun kaitannya dengan tradisi kebudayaan yang masih berkembang di Dusun Delok ini adalah sebagai berikut:
- Tradisi Nyadran, tradisi ini merupakan salah satu kegiatan yang sifatnya tahunan, karena dilakukan pada bulan Ruwah. Yakni nama bulan dalam istilah Jawa yang merupakan bulan sebelum umat Islam menjalankan ibadah puasa Ramadhan.
- Kenduren, tradisi ini biasa dilakukan semua masyarakat satu dusun dengan melakukan do’a bersama di rumah kepala dusun. Adapun pelaksanaannya bersifat lapanan, yakni sekali dalam kurun waktu 35 hari.
- Peringatan Dusun, kegiatan ini biasa dilakukan sekali dalam jangka waktu satu tahun. Adapun pelaksanannya jatuh pada bulan Rojab.
Dusun Delok |
Dusun Sembungan
Tradisi kebudayaan yang
berkembang di Dusun Sembungan diantaranya adalah sebagai berikut:
- Saparan, tradisi ini pada masyarakat Dusun Sembungan dilaksanakan hanya satu kali dalam kurun waktu satu tahun. Adapun waktu palaksanaannya bertepatan dengan bulan Sapar (salah satu istilah nama bulan dalam masyarakat Jawa).
- Mauludan, tradisi ini merupakan salah satu tradisi yang pelaksanannya dilakukan hanya satu kali dalam jangka waktu satu tahun. Adapun pelaksaannya berlangsung pada bulan Mulud atau Robi’ul Awwal tepat pada tanggal 10 atau 12 dan bertempat di rumah kepala dusun.
- Ruwahan, tradisi ini juga bersifat tahunan. Karena pelaksaannya hanya satu kali pada setiap tahunnya. Adapun pelaksaannya adalah pada bulan Ruwah.
- Tradisi motong ayam atau sering terkenal dengan sebutan kendhurenan, tradisi ini bersifat lapanan atau bulan. Karena pelaksanaannya satu kali dalam kurun waktu 35 hari, dan dilaksanakannya tiap hari kamis.
Dusun Sembungan |
Dusun Jarakan
Tradisi
kebudayaan yang berkembang di dusun jarakan ini antara lain sebagai berikut:
- Saparan, tradisi ini merupakan kegiatan selametan memperingati hari jadi dusun yang biasa dilakukan masyarakat dusun jarakan sekali dalam kurun waktu satu tahun, yaitu pada bulan sapar. Adapun tepatnya adalah pada hari minggu kliwon atau senin kliwon, diatas tanggal 12.
- Rejepan, tradisi ini juga merupakan kegiatan selametan bersifat tahunan. Hanya saja pelaksanaannya pada bulan rojab.
- Mauludan, tradisi ini juga merupakan kegiatan selametan yang dilakukan sekali dalam satu tahun. Adapun pelaksanan mauludan ini tepat di bulan mulud atau robi’ul awwal pada hari kamis pon.
- Lapanan, tradisi ini merupakan tradisi yang sifatnya bulanan sehingga pelaksanaannya pun hanya satu kali dalam kurun waktu 35 hari, tepatnya pada hari jum’at pahing.
Adapun
prosesi kegiatan selametan-selametan diatas diasanya dimulai dengan datangnya
warga dusun menuju rumah kepala dusun dengan membawa ambeng atau tumpeng.
Selain
berbagai macam makanan yang dibawa para warga, dalam acata-acara tersebut juga
dilengkapi dengan sajian jadah, kelapa, gula aren, kembang kinan, rokok, jeruk,
tumpeng, ambeng, janganan. Serta
berbagai minuman, yaitu kopi, teh, santen, teresan.
Diantara makanan dan
minuman yang disajikan dalam acara tesebut, menurut kepala dusun memiliki
makna. Yakni adanya kegiatan organisasi yaitu warukan, cakar lele (bah lele).
Dusun Jarakan |
Dusun Gatran
Diantara tradisi kebudayaan yang berkembang di dusun gatran ini, ada
yang sifatnya bulanan dan tahunan. Adapun data tradisi kebudayaan yang masih
berkembang yaitu sebagai berikut:
- Sadranan, tradisi ini bersifat tahunan karena biasa dilakukan masyarakat dusun tersebut hanya satu satu kali dalam kurun waktu satu tahun. Adapun pelaksanaannya dilakukan dengan pergi ke makam kerabat dekat yang sudah meninggal, dan dilaksanakan pada bulan sebelum bulan puasa.
- Suronan, tradisi ini juga bersifat tahunan. Adapun pelaksanaannya dilakukan dengan mengadakan selametan satu dusun di rumah kepala dusun, tepatnya dilaksanakan pada bulan suro atau muharram.
- Yasinan, tradisi ini merupakan salah satu tradisi bulanan karena pelaksanaannya dilakukan setiap 35 hari sekali. Kegiatan ini dilakukan bertujuan mendo’akan kerabat yang sudah meninggal lantaran dengan membaca bacaan kitab suci agama Islam.
- Kendhurinan atau pethukan, tradisi ini juga merupakan tradisi yang sifatnya bulanan atau lapanan. Kegiatan ini biasa dilaksanakan rutin setiap minggu kliwon.
Dusun Gatran |
Struktur
pemerintahan Desa Gondangsari dikepalai oleh kepala desa bernama Pawit Widodo,
Sekertaris Desa dan Kepala Seksi Pemerintahan Yahman, Kepala Seksi Kesejahteraan
Rakyat Ustad Suryanto, Kepala Seksi Pembangunan Suprihadi, Kepala Urusan Keuangan
Suwondo, Kepala Urusan Umum Rohmad, Kepala Dusun Sembungan Wahyanti, Kepala
Dusun Sembungan Sukimin, Kepala Dusun Babadan Sigit Prayitno, Kepala Dusun
Gondangsari Budiono, Kepala Dusun Gatran Tumari, Kepala Dusun Gedongan Mujiono,
Kepala Dusun Cicen Jumar dan Kepala Dusun Delok Umar.
Struktur Pemerintahan Desa Gondangsari |
Kepala Desa Gondangsari - Pawit Widodo |
Sekertaris Desa dan Kepala Seksi Pemerintahan - Yahman |
Kepala Seksi Kesejahteraan Rakyat - Ustad Suryanto |
Kepala Seksi Pembangunan - Suprihadi |
Kepala Urusan Keuangan - Suwondo |
Kepala Urusan Umum - Rohmad |
Kepala Dusun Sembungan - Sukimin |
Kepala Dusun Gondangsari - Budiono |
Kepala Dusun Gatran - Tumari |
Kepala Dusun Gedongan - Mujiono |
Kepala Dusun Cicen - Jumar |
Kepala Dusun Delok - Umar |